Get me outta here!
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 September 2015

Rasul Dan Anak Yatim

Para pembaca blog Hikmah Kehidupan  yang terhormat pada kesempatan ini kami ingin menulis artikel Rasul Dan Anak Yatim dan betapa mulianya Nabi kita Muhammad Saw mudah-mudahan kita bisa mencontoh sedikit dari akhlaq beliau  dalam kisah berikut ini  :                                                                                                                



Dari Kitab “Durratun Nashihin (Mutiara Petuah Agama” diceritakan riwayat Anas bin Malik ra, Kisah yang terjadi di Madinah di zaman Rasulullah SAW, dimana pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri, Rasulullah SAW bersama keluarganya dan beberapa sahabatnya seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendo’akan para muslimin dan muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari raya itu.Alhamdulillah, semua terlihat merasa gembira dan bahagia di Hari Raya Ied tersebut, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari kesana kemari dengan mengenakan pakaian hari rayanya. Namun tiba-tiba Rasulullah saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.Rasulullah saw lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu.Rasulullah saw kemudian meletakkan tangannya yang putih sewangi bunga mawar itu dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut : “Anakku, mengapa engkau menangis? Bukankah hari ini adalah hari raya?”


Gadis kecil itu terkejut bukan kepalang. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita : “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Semua anak-anak bermain dengan riang gembiranya. Aku lalu teringat pada Ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikan aku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw membela Islam dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku sudah tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu untuk siapa lagi?”Setelah Rasulullah saw mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang beliau membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: “Anakku, hapuslah air matamu… Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan aku katakan kepadamu…. Apakah kamu ingin agar aku Rasulullah menjadi ayahmu?  … Dan apakah kamu juga ingin Ali menjadi pamanmu?. Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu?…. dan Hasan dan Husein menjadi adik-adikmu? dan Aisyah menjadi ibumu ?. Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”


Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya.Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah saw, orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya. Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah saw, namun entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah katapun. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah saw menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah saw yang lembut seperti sutra itu.Sesampainya di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga sejumlah uang  untuk hari raya. Lalu ia diantarnya gadis itu keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya. Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu bertanya :“Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?”Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab :“Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang paman, namanya Ali yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatima Az`Zahra, . Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia dan bangga memiliki adik adikku yang menyenangkan bernama Hasan dan Husein. Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya.”Maka anak-anak yang sedang bermain dengannya sampai berkata: “Ah, seandainya ayah-ayah kita mati terbunuh pada jalan Allah ketika perang itu, tentu kita akan begitu.”Syahdan tatkala Nabi saw meninggal dunia, anak kecil itu keluar seraya menaburkan debu ke atas kepalanya, meminta tolong sambil memekik: “Aku sekarang menjadi anak asing dan yatim lagi.” Maka oleh Ali Bin Abi Thalib kw (dalam riwayat lain ABu Bakar Ash Shiddiq ra) anak itu dipungutnya.
Allahumma shali ala Sayyidina Muhammad wa ala alii Sayyidina Muhammad… ana uhibuka yasayidi ya habibi ya Muhammad ibn Abdilah sholallah alai wasalam..
Hiiiks…..Hiiks (tanpa terasa air mataku meleleh sembari menulis kisah ini)

Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya

Para pembaca blog Hikmah Kehidupan  yang terhormat pada kesempatan ini kami ingin menulis artikel tentang Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya sebagai berikut :



Ada berbagai macam versi mengenai waktu awal mula diadakannya peringatan atau perayaan Maulid Nabi saw.
Assyeikh Jalaluddin As-Suyuthi (1445 - 1505M atau 849 - 911 H) ,menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Assyeikh Malik Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi (1153 - 1232 M atau 549 - 630 H).
Sebagian pendapat mengatakan bahwa Shalahuddin Al Ayyubi (1138 - 1193 M), yang pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. Sementara versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad keempat Hijriyah atau abad keduabelas masehi.
Kegiatan perayaan (ihtifal) maulid Nabi ini kemudian menyebar ke berbagai negara Islam termasuk Indonesia.

 HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA AHLUS-SUNNAH wal JAMA'AH

Mayoritas ulama membolehkan peringatan atau perayaan Maulid Nabi Muhammad selagi tidak ada perbuatan yang melanggar syariat saat peringatan tersebut. Jalaluddin As Suyuthi berpendapat bahwa sunnah itu dapat terjadi dengan qiyas (analogi) tidak harus berdasarkan adanya dalil Quran dan hadits.
Keharuman Majelis Maulid Nabi Saw ,Saya nukilkan perkataan Al-Imam Ibnu Al Jawzira,
mengenai keistimewaan majelis yang terdapat pembacaan sholawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad saw.
Imam Ibnul Jawzi adalah seorang ulama besar, muffasir dan muhaddits yang bermazhab Hanbali. Beliau yang nama penuhnya al-Imam al-’Allaamah al-Haafiz ‘Abdur Rahman bin Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Ubaidillah al-Baghdadi al-Hanbali dilahirkan kira-kira dalam tahun 510H dan wafat pada 13 Ramadhan 597H. Beliau meninggalkan banyak karangan sehingga dikatakan melebihi 400 buah karangan.
Imam Ibnul Jawzi al-Hanbali rahimahUllah menulis dalam karya beliau “Bustaanul Waa`idhziin Wa Riyaadhus Saami`iin” pada halaman 293 sebagai berikutTelah diriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda:
"Tidaklah duduknya (yakni hadir) suatu kaum dalam sebuah majelis kemudian mereka berpisah atau pulang tanpa bersholawat ke atasku melainkan perpisahan mereka itu hanya bau busuk bangkai himar(keledai).
maka tidaklah mengherankan jika majlis yang di dalamnya diucapkan ucapan-ucapan sholawat ke atas Junjungan Nabi saw akan menyebabkan para hadirin yang menghadirinya mendapat bau wangi yang paling harum dan paling baik.
Dan yang sedemikian itu adalah karena Junjungan Nabi SAW adalah makhluk yang terbaik dan yang paling suci, yang mana apabila Baginda Nabi SAW bersabda dalam suatu majelis, niscaya penuhlah majelis tersebut dengan bau harum mewangi semerbak kasturi. 
Maka demikianlah juga pada majelis yang disebut di dalamnya terdapat Baginda Nabi saw yakni dengan bersholawat, mendengar hadis-hadis Baginda SAW, mendengar ajaran-ajaran Nabi SAW dan mendengar sirah atau kisah-kisah yang berkaitan dengan Nabi Muhammad saw, niscaya akan terbitlah bau harum semerbak mewangi yang menembus tujuh langit hingga ke arasy, keharumannya dicium oleh segala makhluk Allah yang ada di bumi selain daripada jin dan manusia.
Seandainya manusia dan jin dapat mencium bau harum tersebut, niscaya lupalah mereka akan segala urusan penghidupan mereka, kerana terlalu sibuk meni’mati kelazatan dan keni’matan bau harum tersebut.
Manakala, setiap malaikat dan makhluk Allah ta`ala selain jin dan manusia, yang mencium bau harum tersebut akan berdoa memohon ampunan untuk orang-orang yang hadir dalam majelis tersebut, dan akan dituliskan bagi mereka yang hadir itu pahala sebanyak bilangan makhluk Allah ta`ala yang mencium bau harum tersebut serta diangkat derajat mereka menurut bilangan makhluk-makhluk tersebut.
Maka setiap orang masing-masing akan mendapat pahala yang sedemikian tadi tanpa memperkirakan berapa jumlah mereka yang berkumpul dalam majlis tersebut, baik itu seorang ataupun seratus ribu orang, dan apa yang ada di sisi Allah dari pahala dan ganjaran adalah terlebih banyak lagi.
Maka wahai pencinta-pencinta Rasulullah SAW hendaklah kamu bersholawat ke atas Sang Kekasih niscaya Allah Tuhan yang Maha Tinggi akan memberikan kamu minuman kerohanian penghubung kasih, memakaikan kamu dengan pakaian keindahan dan kesempurnaan serta menghiasi kamu dengan kitabnya yang mulia.“
Perkataan Imam Ibnul Jawzi ini juga dinukil oleh Buya Habib Muhammad al-Maliki ra dalam karya beliau “Ma-dza fi Sya’baan” pada halaman 38 – 39. 
Maka janganlah bermalas-malas untuk menghadirkan diri kita dalam majlis di mana Junjungan Nabi Saw dipuji, disebut, disanjung, diceritakkan, dikisahkan, disholawatkan serta diutus ucapan salam kepada Junjungan kita Rasulullah saw.
Sesungguhnya setiap masa dan ketika kita mengharapkan rahmat Allah swt dan syafaat Junjungan kita Rasulullah saw.

Dan didalam Al-Qur'aan Allah swt berfirman:قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: “Dengan karunia Allah SWT dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. ( karunia dan rahmatNya itu ) adalah lebih baik dari yang mereka kumpulkan” (QS.Yunus58)
Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud ( karunia Allah ) dalam ayat di atas adalah terlahirnya Rasulullah SAW ke dunia ini. 
Selain itu ayat ini berisi perintah agar bergembira dengan adanya karunia Allah SWT itu. Salah satu bentuk kegembiraan itu dituangkan dalam perayaan maulid Nabi SAW. Tapi hendaklah ini dilakukan dengan dasar kecintaan kepada Rasulullah SAW, karena Allah SWT berfirman : 


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah ikutilah aku (Rasulullah saw) niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Imran 31)

FATWA Assyeikh JALALUDDIN AS SUYUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 


Assyeikh Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa memperingati maulid Nabi Muhammad adalah bid'ah hasanah (baik). As-Suyuthi mengatakan:


وبعــــد: فقد وقع السؤال عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول، ما حكمه من حيث الشرع؟ وهل هو محمود أو مذموم؟ وهل يثاب فاعله أو لا؟.


الجـــــواب:


عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.


Arti kesimpulan: Perayaan Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya manusia dengan membaca ayat Quran dan sejarah Nabi dan memakan hidangan makanan termasuk dari bid'ah yang baik (hasanah) yang mendapat pahala karena bertujuan mengagungkan Nabi Muhammad dan menampakkan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi.
Alasan As-Suyuthi menganggap sunnah merayakan maulid Nabi karena hukum sunnah itu tidak harus terjadi pada era Nabi, tapi bisa karena qiyas.
Istilah bid'ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk) yang dipakai As-Suyuthi berasal dari Imam Nawawi dalam kitab تهذيب الأسماء واللغات Tahdzibul Asma' wal Lughat. 

FATWA Assyeikh ABUL KHATTAB AL DIHYAH TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 

Assyeikh Abul Khattab bin Dihyah pada tahun 604 H menulis kitab At Tanwir fi Maulidil Basyir an-Nadzir (التنوير في مولد البشير النذير) khusus membahas tentang bolehnya Maulid Nabi. Bin Dihyah adalah ulama ahli hadits yang bergelar Al Hafidz asal Maroko yang terkenal pada zamannya,Syed Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasnai dalam kitabnya Hawlal Ihtifal bi Dzikral Maulid an-Nabawi 

FATWA YUSUF QARDHAWI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 

 Assyeikh Yusuf Qardhawi menganggap perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah baik.            Assyeikh Qardhawi menyatakan:


فهناك لون من الاحتفال يمكن أن نقره ونعتبره نافعاً للمسلمين، ونحن نعلم أن الصحابة رضوان الله عليهم لم يكونوا يحتفلون بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ولا بالهجرة النبوية ولا بغزوة بدر، لماذا؟


لأن هذه الأشياء عاشوها بالفعل، وكانوا يحيون مع الرسول صلى الله عليه وسلم، كان الرسول صلى الله عليه وسلم حياً في ضمائرهم، لم يغب عن وعيهم، كان سعد بن أبي وقاص يقول: كنا نروي أبناءنا مغازي رسول الله صلى الله عليه وسلم كما نحفِّظهم السورة من القرآن، بأن يحكوا للأولاد ماذا حدث في غزوة بدر وفي غزوة أحد، وفي غزوة الخندق وفي غزوة خيبر، فكانوا يحكون لهم ماذا حدث في حياة النبي صلى الله عليه وسلم، فلم يكونوا إذن في حاجة إلى تذكّر هذه الأشياء.


ثم جاء عصر نسي الناس هذه الأحداث وأصبحت غائبة عن وعيهم، وغائبة عن عقولهم وضمائرهم، فاحتاج الناس إلى إحياء هذه المعاني التي ماتت والتذكير بهذه المآثر التي نُسيت، صحيح اتُخِذت بعض البدع في هذه الأشياء ولكنني أقول إننا نحتفل بأن نذكر الناس بحقائق السيرة النبوية وحقائق الرسالة المحمدية، فعندما أحتفل بمولد الرسول فأنا أحتفل بمولد الرسالة، فأنا أذكِّر الناس برسالة رسول الله وبسيرة رسول الله


وفي هذه المناسبة أذكِّر الناس بهذا الحدث العظيم وبما يُستفاد به من دروس، لأربط الناس بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا) [الأحزاب لنضحي كما ضحى الصحابة، كما ضحى علِيّ حينما وضع نفسه موضع النبي صلى الله عليه وسلم، كما ضحت أسماء وهي تصعد إلى جبل ثور، هذا الجبل الشاق كل يوم، لنخطط كما خطط النبي للهجرة، لنتوكل على الله كما توكل على الله حينما قال له أبو بكر: والله يا رسول الله لو نظر أحدهم تحت قدميه لرآنا، فقال: "يا أبا بكر ما ظنك في اثنين الله ثالثهما، لا تحزن إن الله معنا".


نحن في حاجة إلى هذه الدروس فهذا النوع من الاحتفال تذكير الناس بهذه المعاني، أعتقد أن وراءه ثمرة إيجابية هي ربط المسلمين بالإسلام وربطهم بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم ليأخذوا منه الأسوة والقدوة، أما الأشياء التي تخرج عن هذا فليست من الاحتفال؛ ولا نقر أحدًا عليها.


Artinya: Ada salah satu jenis perayaan/peringatan yang dapat kita anggap bermanfaat bagi umat Islam. Kita tahu bahwa para Sahabat tidak merayakan Maulid Nabi Muhammad, hijrah Nabi dan Perang Badar, kenapa?


Karena kejadian-kejadian di atas mereka lakukan dalam kehiudpan nyata. Mereka hidup bersama Nabi. Dan Nabi hidup dalam hati mereka. Tidak hilang dari kesadaran mereka. Sa'ad bin Abi Waqqas berkata: Kami mengisahkan pada anak-anak kami kisah-kisah peperangan Nabi sebagaimana kami menghafal Surah dari Al-Qur'an dengan bercerita pada anak-anak apa yang terjadi dalam Perang Badar dan Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Khaibar. Mereka bercerita pada anak-anak mereka apa yang terjadi pada masa hidup Nabi sehingga mereka tidak perlu memperingati perayaan-perayaan semacam ini.

Kemudian datanglah masa di mana manusia melupakan berbagai peristiwa di atas dan hilang dari kesadaran, jiwa dan hati mereka. Maka manusia perlu untuk menghidupkan kembali pemahaman yang telah mati dan mengingat peristiwa yang sudah terlupakan. Betul, terdapat hal-hal bid'ah dalam perkara ini tapi saya berpendapat bahwa kita merayakannya untuk mengingatkan manusia atas hakikat perjalanan kenabian dan risalahnya. Saat kita memperingati Maulid Nabi maka saya memperingati kelahiran terutusnya Nabi; maka saya mengingatkan manusia atas diutusnya Rasulullah dan kisah kenabian beliau.

Kita saat ini sangat perlu untuk mempelajari (kisah Nabi) ini. Perayaan semacam ini bertujuan untuk mengingatkan manusia akan makna-makna di atas. Saya yakin bahwa di balik beberapa peringatan ini terdapat hasil yang positif yaitu mengikat umat dengan Islam dan mengikat mereka dengan sejarah Nabi untuk dimabil suri tauladan dan panutan. Adapun hal-hal yang keluar dari ini, maka itu bukanlah perayaan dan kami tidak mengakuinya.

FATWA SAYYID MUHAMMAD ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 

Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, ulama terkenal Mekkah  menulis buku khusus tentang bolehnya merayakanMaulid Nabi Muhammad. Kitabnya berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif. Berikut salah satu isinya:أننا نقول بجواز الاحتفال بالمولد النبوي الشريف والاجتماع لسماع سيرته والصلاة والسلام عليه وسماع المدائح التي تُقال في حقه ، وإطعام الطعام وإدخال السرور على قلوب الأمةLebih detail baca: حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي للسيد محمد علوي المالكي

Habib Mundzir Al Musawa dalam bukunya Kenalilah Aqidahmu membuat daftar panjang kalangan ulama dulu dan kontemporer (muta'akhirin) dan kitabnya yang menghalalkan perayaan Maulid Nabi Muhammad sebagai berikut:

Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi)

Assyeikh Syamsuddin Aljazriy dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif 

Assyeikh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy

Assyeikh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah

Assyeikh Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar 

Assyeikh Ibnul Jauzi dengan karangan maulidnya yg terkenal al aruus

Al Qasthalaniy dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah

Assyeikh Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya Urfu at ta’rif bi maulid assyarif.

Al ’Iraqy dg maulidnya Maurid al hana fi maulid assana

Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya Itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladu adam

AssyeikhIbrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

Assyeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg Maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

Assyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

Muhammad Al maghribi dg Maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

 KESIMPULAN HUKUM MAULID 

Peringatan atau perayaan maulid Nabi adalah bi'dah  karena tidak dilakukan pada zaman Nabi. Akan tetapi termasuk daripada bid'ah hasanah (hal baru yang baik) selagi apa yang dilakukan dalam peringatan maulid itu tidak bertentangan dengan spirit Al Quran, Sunnah, atsar Sahabat dan ijma' ulama.

para Sahabat banyak melakukan bid'ah. Seperti Abu Bakar dengan pengumpulan catatan Al Quran, Umar bin Khattab dengan tarawih dan Utsman bin Affan dengan pembukuan Al Quran yang dikenal dengan mushaf Utsmani dan beliau-beliau juga membaca surat Al-Maidah ayat 3,Dan lebih memahami maksud atau tujuan ayat tersebut daripada kita semua.

Demikian yang dapat kami berikan mudah -mudahan bermanfaat apa bila ada perbedaan dalam pemahaman tentang hukum maulid nabi saw kami kembalikan kepada keyakinan anda masing-masing jangan sampai perbedaan pandangan menjadikan perpecahan diantara kita sesama umat nabi saw dan apa bila ada kesalahan dalam penulisan huruf  arab mohon maaf dan terimakasi atas kunjungannya.

Minggu, 06 September 2015

Arti dan Hakekat Taqwa Menurut Imam Ali

Assalamualaikum wr wb. Pengunjung blog Hikmah Kehidupan yang terhormat kali ini kami menampilkan artikel tentang Arti dan Hakekat Taqwa Menurut Imam Ali ra.



Hakikat Taqwa Menurut Sayyidina Ali

Sayyidina Ali Karromallahu wajhah menerangkan bahwa sejatinya taqwa tidaklah sekedar istitsalul awamir waj tinabun nawahi, tetapi taqwa itu adalah: 

الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل

takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar al-Qur’an (at-tanzil) dan menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit, dan bersiap-siap menghadapi hari perlihan (hari akhir). 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Marilah bersama-sama kita saling menasehati akan pentingnya meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt. sesungguhnya ketaqwaan merupakan kunci menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah

Seringkali kita mendengar istilah taqwa’ begitu seringnya sehingga tidak terpikir oleh kita apakah sejatinya makna taqwa. Seolah-olah ketika telinga kita menangkap kata ‘taqwa’ maka sudah menjadi mafhum bahwa yang dimaksudkan adalah menjalankan berbagai amal shaleh. Padahal tidak selamanya demikian.

Memang, sebagain ulama mempermudah pemahaman taqwa dengan menjelaskan bahwa taqwa adalah ’imtitsalul awamiri waj tinabun nawahi’ mengerjakan segala perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. kalimat sederhana yang terkesan sangat global. Sehingga mudah diingat namun susah dicerna dan dijabarkan, mungkin karena terlalu singkat.

Oleh karenanya dalam kesempatan ini khatib ingin sekali menerangkan makna taqwa sebagaimana diterangkan oleh Sayyidina Ali Karromallahu wajhah yang dikutip dalam kitab al-Manhajus Sawi, oleh al-allamah al-Muhaqqiq al-Habib Zain bin Ibrahim bin Smith. Sayyidina Ali membeberkan kepada kita makna taqwa yang terbentang dalam empat hal yaitu; الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل

Bahwa taqwa adalah takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar al-Qur’an (at-tanzil) dan menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit, dan bersiap-siap menghadapi hari akhir perlihan (hari akhir).

Jama’ah jum’ah yang berbahagia

Pertama; Al-khaufu minal Jalil artinya bahwa taqwa itu akan menjadikan seseorang merasa takut kepada Allah swt yang memiliki sifat Jalal. Takut melanggar berbagai aturan dan ketentuan-Nya. Sehingga apapun yang akan diperbuatnya selalu dipertimbangkan terlebih dahulu. Tangan tidak akan digunakan untuk memungut benda yang bukan miliknya tanpa izin. Kaki tidak digunakan untuk berjalan ke aarah yang salah, demikian juga mata dan telinga tidak akan difungsikan sebagai alat mendurhakai-Nya. 

Maka taqwa dalam bingkai Al-khaufu minal Jalil, lebih bernuansa ‘penghindaran dan pencegahan’ dari pada ‘pelaksanaan’. Karena sesungguhnya ‘ketakutan’ itu akan menyebabkan seseorang enggan melakukan tindak kesalahan. Seperti halnya seorang anak kecil yang takut bermain air hujan karena takut kepada orang tuanya.

Kedua; wal ‘amalu bit tanzil, menghindari sesuatu karena takut kesalahan dalam konsep taqwa tidak lantas menjadikan seseorang tidak berbuat apa-apa, karena hal taqwa juga menuntut tindakan baik yang berdasar pada al-Qur’an yang diturunkan (at-tanzil) sebagai pedoman hidup dan dasar bersyariat bagi kaum muslim.

Maka segala ‘amal orang yang bertaqwa berdasar pada al-Qur’an, dan mereka tidak akan melakukan sesuatu secara serampangan tanpa adanya dalil yang mendasarinya baik al-Qur’an, Hadits, Ijam’ maupun qiyas. 

Jama’ah jum’ah yang Dimuliakan Allah

Ketiga; al-Qana’atu bil Qalil, artinya orang yang bertaqwa akan selalu merasa cukup dengan rizki yang sedikit, sesungguhnya orang yang memiliki rizqi yang sedikit dan merasa cukup dengan rizqi tesebut adalah bukti sekaligus tanda bahwa orang itu dicintai oleh Allah swt. Sebagaimana yang disabdakan rasulullah saw.

إن الله إذا أحب عبدا رزقه كفافا

Bahwa jika Allah mencintai seorang hamba ia akan memberikan rizki yang pas-pasan kepadanya.

Artinya pas-pasan adalah tidak memiliki kelebihan selain untuk menutupi kebutuhan pokoknya, inilah tanda orang taqwa yang dicintai Allah swt. Oleh karena itu dalam kenyataannya tidak seorangpun hamba yang hidup pas-pasan bertindak secara berlebihan, berhura-hura dan doyan belanja. Karena berbagai macam keglamouran hidup itu sangat dibenci oleh Allah swt. menyebabkan manusia melupakan Tuhannya. Itulah bukti hamba itu dicintai oleh Allah.

Berbeda sekali dengan seorang yang memiliki limpahan harta yang berlebih. Maka di kala waktu luang setan akan segera menghampirinya dan membujuk untuk berbuat hura-hura, jalan-jalan berekreasi ke tepi pantai atau santai santai di menikmati keremangan malam atau malah mencari kesibukan diluar pengetahuan pasangannya. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang sepertin ini.

Maka menjadi amat penting memeperhatikan sabda Rasulullah saw selanjutnya yang berbunyi:

طوبى لمن هدي الإسلام وكان رزقه كفافا ورضي به 

Beruntung sekali orang (yang mendapatkan petunjuk)Islam, yang mempunyai rizqi pas-pasan dan rela dengan rizqi (yang pas-pasan) itu.

Ridhda atau rela dengan kesedikitan itu menjadi satu sarat tersendiri. Sebagai pertandanya orang tersebut tidak pernah berkeluh-kesah akan keadaanya. Banyak sekali hamba yang merasa cukup dengan rizqi yang diterimanya, saying sekali ia sering keluhan-keluhan. Sesungguhnya hal yang demikian itu mengurangi ketaqwaan. 

Dan keempat, al-isti’dadu li yaumir rakhil, adalah bersiap-siap menghadapi hari perpindahan. Perpindahan dari alam dunia ke alam kubur lalu ea lam akhirat. Artinya segala amal orang yang bertaqwa senantiasa dalam ranga menyiapkan diri akan hadirnya hari kematian. yaitu hari keberangkatan dari alam dunia menuju alam akhirat. 

Oleh karena itu ketika Rasulullah ditanya “siapakah manusia yang paling cerdas dan paling mulia di hadapan Allah?” beliau menjawab mereka adalah manusia yang أكثرهم ذكرا للموت وأشدهم إستعدادا له Manusia yang paling banyak mengingat kematian dan paling semangat mempersiapka diri menghadapinya.

Ini juga merupakan tuntunan praktis bagi umat muslim meningkatkan ketaqwaannya, yaitu selalu mengingat kematian Karena, seorang yang mengingat kematian ia tidak akan mudah terjerumus dalam kubangan dosa. 

Minggu, 30 Agustus 2015

Foto Ruang Dalam Ka’bah Baitullah Masjidil Haram

Para pengunjung setia blog Hikmah Kehidupan  pada kesempatan kali ini kami ingin menampilkan Foto Ruang Dalam Ka’bah Baitullah Masjidil Haram sebagai berikut;




 Ini adalah tempat shalat Rasulullah ketika beliau memasuki Ka’bah yang mulia. Raja-raja, gubernur-gubernur Mekah al-Mukaramah, atau tamu kerajaan selalu shalat di tempat ini sebelum memulai prosesi pencucian Ka’bah yang mulia. Mungkin setelahnya bisa jadi orang-orang yang turut serta dalam prosesi pencucian Ka’bah atau masyarakat biasa bisa ikut shalat pula di tempat ini. Kita memohon kepada Allah termasuk orang-orang yang mendapatkan keutamaan itu amiin.




Salah satu rukun atau sisi Ka’bah al-Musyarrfah. Tampak di bagian atas bagian kain kiswah dalam yang khusus untuk Ka’bah.





Lemari di dalam Ka’bah. Posisi lemari ini tepat berada di depan pintu Ka’bah –jika dilihat dari bagian dalam. Di atasnya biasa diletakkan alat pewangi dari asap kayu gaharu yang khusus untuk mengharumi ruangan Ka’bah. Biasanya hal ini dilakukan setelah prosesi pencucian Ka’bah. Di dalam lemari ini juga tersimpan semacam kapur pewangi yang beraroma mawar untuk membaluri dinding Ka’bah agar tetap wangi. Hal itu juga dilakukan setelah dinding-dinding Ka’bah dicuci dengan air zam-zam yang dicampuri dengan air mawar.





 Bagian kecil di dinging Ka’bah berupa batu  Posisinya menghadap tempat shalat Nabi . Pada batu tersebut tertulis kalimat “laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah”.




Sebuah pintu  yng terbuat dari emas yang terdapat di dalam Ka’bah. Pintu ini bukanlah pintu utama Ka’bah. Pintu ini dinamakan pintu taubat. Di dalam pintu tersebut terdapat tangga menuju kea tap Ka’bah.





Tiga buah tiang di dalam Ka’bah. Tiang ini terbuat dari kayu yang terbaik dan dihias dengan tulisan kaligrafi dengan emas murni. Bagian atasnya terlihat kain kiswah bagian dalam yang berwarna hijau. Tampak juga pada gambar ini lampu-lampu kecil, tempat pengasapan kayu gaharu, dan wadah-wadah. Benda-benda tersebut adalah hadiah pemberian dari para khalifah, para sultan, para amir, dan para raja sepanjang sejarah Islam untuk Ka’bah yang mulia





Terlihat tiga tiang  yang berada di dalam Ka’bah. Tiga buah tiang yang terbuat dari kayu yang terbaik dan dihias tulisan kaligrafi dengan emas murni. Tampak pada gambar pintu masuk Ka’bah atau dikenal dengan Pintu Ka’bah. Pada gambar ini juga terlihat lemari yang berada di depan Pintu Ka’bah dan di atasnya terdapat alat untuk pengasapan kayu gaharu. Yang digunakan untuk mengharumkan ruang dalam Ka’bah.
demikian yang dapat kami tampilkan semoga bermanfaat dan menambah keimannan kita kepada allah swt amiin.

Senin, 25 Maret 2013

Surat Surat Rosul Saw

Selamat datang lagi para pembaca setia blog Hikmah Kehidupan pada kesempatan ini kami mencoba memberikan informasi  tentang Surat Surat Rosul Saw, dengan gambar asli surat Beliau saw.

Kalau kita membaca isi Surat Surat Rosul Saw yang dikirim untuk penguasa penguasa dunia kita bisa lihat dengan jelas bahwa Rasulallah saw adalah seseorang yang ahli berdeplomasi dan sangat pintar bersiasat. Kita bisa lihat bahwa beliau sangat menghargai dan memuliakan kedudukan mereka sebagai penguasa dunia.

Surat Nabi saw untuk Raja Negus (Penguasa Ethiopia)


Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abyssinia (Ethiopia). Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk.


Surat Nabi saw untuk Raja Heraclius (Kaisar Romawi)


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Heraclius Kaisar Romawi yang agung. Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Salain dari pada itu, sesungguhnya aku mengajak kamu untuk memeluk Islam. Masuklah kamu ke agama Islam maka kamu akan selamat dan peluklah agama Islam maka Allah memberikan pahalah bagimu dua kali dan jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa orang orang Romawi. “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Al-Imron: 64


Surat Nabi saw untuk Raja Khosrau II (Penguasa Persia)


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Khosrau, penguasa Persia yang agung. Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bagi orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bagi yang bersaksi bawha Muhammad itu hamba Nya dan utusan Nya. Aku mengajakmu kepada panggilan Allah sesungguhnya aku adalah utusan Allah bagi seluruh manusia supaya aku memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat. Jika kamu menolak maka kamu akan menanggung dosa orang orang Majusi.

Surat Nabi saw untuk Al-Muqawqis (Penguasa Mesir)




Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad bin Abdullah utusan Allah, untuk al-Muqawqis penguasa Mesir yang agung. Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Selain dari pada itu, aku mengajakmu kepada panggilan Allah. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat dan Allah akan memberikan bagimu pahala dua kali. Jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa penduduk Mesir.“.

Setelah al-Muqawqis membaca surat Nabi saw, ia membalas surat beliau dan memberikam kepada beliau dua hadiah. Hadiah pertama berupa dua budak belian bernama Maria binti Syamu’n al-Qibthiyyah yang dimerdekakan Nabi saw dan menjadi istri beliau, darinya Rasulallah saw mendapatkan seorang anak yang diberi nama Ibrahim (wafat semasih kecil), nama ini diambil dari nama kakek beliau Nabi Ibrahim as. Dan budak kedua adiknya sendiri Sirin binti Syamu’n Al-Qibthiyyah yang dinikahi Hassan bin stabit ra, sastrawan unggul pada zaman Nabi saw. Hadiah kedua berupa kuda untuk tunggangan beliau.

Demikian informasi yang dapat kami berikan mudah-mudahan bermanfaat untuk para pembaca blog Hikmah Kehidupan dan apa bila anda ingin mencari informasi lain seperti Nama Nama Bayi Laki Laki Dan Perempuan anda dapat peroleh disini terimakasi.

Rabu, 20 Juni 2012

Zaid bin Tsabit Al-Anshari



Kita kembali ke tahun kedua hijriyah. Ketika itu Madinah sedang sibuk menyiapkan suatu angkatan perang untuk menghadapi perang Badar. Rasulullah melakukan pemeriksaan terakhir terhadap tentara muslimin yang pertama-tama dibentuk, dan segera akan diberangkatkan ke medan jihad di bawah komando beliau, untuk melestarikan kalimat Allah di muka bumi.

Ketika Rasulullah sedang sibuk-sibuknya, tiba-tiba seorang laki-laki berusia kurang dari tiga belas tahun datang menghadap beliau. Anak itu kelihatan cerdas, terampil, hemat, cermat, dan teliti. Di tangannya tergenggam sebilah pedang, yang panjangnya melebihi badan anak itu. Dia berjalan tanpa ragu-ragu dan tanpa takut melewati barisan demi barisan menuju Rasulullah SAW. Setelah dekat kepada beliau dia berkata, “Saya bersedia mati untuk Anda, wahai Rasulullah! Izinkanlah saya pergi jihad bersama Anda, memerangi musuh-musuh Allah di bawah panji-panji Anda.”

Rasulullah menengok kepada anak itu dengan pandangan gembira dan takjub. Beliau menepuk-nepuk pundak anak itu tanda kasih dan simpati. Tetapi beliau menolak permintaan anak itu, karena usianya masih sangat muda.

Anak itu pulang kembali membawa pedangnya tergesek-gesek menyentuh tanah. Dia sedih dan kecewa permintaannya untuk menyertai Rasulullah dalam peperangan pertama yang akan dihadapi beliau, ternyata ditolaknya.

Ibu anak itu, Nuwar binti Malik, yang sejak tadi mengikutinya dari belakang tidak kurang pula sedihnya. Dia ingin melihat anaknya berjuang di bawah panji-panji Rasulullah, supaya anak itu dapat kesempatan berdekatan dengan beliau seperti diharapkannya. Dalam angan-angannya terbayang, alangkah bahagianya ayah anak itu sekiranya dia masih hidup, melihat anaknya dapat mendekatkan diri kepada Rasulullah SAW.

Tetapi anak Anshar yang cerdas dan pintar ini tidak lekas putus asa. Walaupun dia tidak berhasil mendekatkan diri kepada Rasulullah sebagai prajurit karena usianya masih sangat muda, dia berpikir mencari jalan lain yang tidak ada hubungannya dengan usia. Pikirannya yang tajam membukakan jalan baginya untuk selalu berdekatan dengan Nabi yang dicintainya. Jalan itu ialah bidang ilmu dan hafalan.

Anak itu menyampaikan buah pikirannya kepada ibu. Sang ibu menyambut gembira buah pikiran anaknya, dan segera merintis jalan untuk mewujudkannya.

Nuwar memberi tahu beberapa orang famili tentang keinginan dan bidang yang akan ditempuh anaknya. Mereka setuju lalu pergi menemui Rasulullah.

Kata mereka, “Wahai Rasulullah! Ini anak kami, Zaid bin Tsabit. Dia hafal tujuh belas surat dari kitab Al-Qur’an. Bacaannya betul, sesuai dengan yang diturunkan Allah kepada Anda. Di samping itu dia pandai pula baca tulis Arab. Tulisannya indah dan bacaannya lancar. Dia ingin berbakti kepada Anda dengan keterampilan yang ada padanya, dan ingin pula mendampingi Anda selalu. Jika Anda menghendaki, silakan mendengarkan bacaannya.

Rasulullah mendengarkan Zaid bin Tsabit membaca sebagian ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dihafalnya. Bacaannya ternyata memang bagus, betul, dan fasih. Kalimat-kalimat Al-Qur’an bagaikan berkelap-kelip di bibirnya seperti bintang-gemintang di permukaan langit. Bacaannya menimbulkan pengaruh dan berkesan. Waqaf-waqaf dilaluinya dengan tepat, menunjukkan dia paham dan mengerti dengan baik apa yang dibacanya.

Rasulullah gembira karena apa yang dilihat dan didengarnya mengenai Zaid bin Tsabit, ternyata melebihi apa yang dikatakan orang yang mengantarnya. Terlebih lagi, Zaid bin Tsabit pandai menulis dan membaca. Rasulullah menoleh kepada Zaid seraya berkata, “Hai Zaid! Pelajarilah baca tulis bahasa Yahudi (Ibrani). Saya sangat tidak percaya kepada mereka (Yahudi), bila saya diktekan sebagai sekretaris saya.”

Jawab Zaid, “Saya siap, ya Rasulullah!” Zaid belajar baca tulis bahasa Ibrani dengan tekun. Berkat otaknya yang cemerlang, maka dalam tempo singkat dia telah menguasai bahasa tersebut dengan baik, berbicara, membaca, dan menulis. Apabila Rasulullah hendak menulis surat kepada orang-orang Yahudi, Zaid bin Tsabit dipanggil beliau menjadi sekretaris. Bila beliau menerima surat dari Yahudi, Zaid pula yang disuruh membacakan surat itu kepada beliau.

Kemudian Zaid disuruh pula belajar baca tulis bahasa Suryani. Zaid berhasil menguasai bahasa itu dalam tempo singkat, berbicara, membaca, dan menulis, seperti penguasaannya terhadap bahasa Yahudi. Dan sejak saat itu, Zaid yang masih muda remaja itu dijadikan beliau sebagai penerjemah bagi beliau untuk kedua bahasa tersebut.

Setelah Rasulullah sungguh-sungguh yakin dengan ketrampilan Zaid, kesetiaan, ketelitian, dan pemahamannya, barulah beliau menugaskannya menulis risalah langit (al-Qur’an). Maka jadilah dia penulis wahyu. Bila ayat-ayat/wahyu turun, Rasulullah memanggil Zaid, lalu dibacakannya kepada Zaid dan disuruh tulis. Karena itu Zaid bin Tsabit menulis Al-Qur’an didiktekan langsung oleh Rasulullah secara bertahap sesuai dengan turunnya ayat.

Zaid menuliskannya langsung dari mulut Rasulullah SAW, segera setelah ayat turun. Dengan petunjuk beliau, Zaid menyambungkan kepada ayat-ayat sebelumnya yang berhubungan.

Tidak salah lagi kalau pribadi Zaid cemerlang oleh sinar petunjuk Al-Qur’an, dan pikirannya gemerlapan dengan rahasia-rahasiasyariat Islam, sementara dia mengkhususkan diri dengan Al-Qur’an. Dia menjadi orang pertama tempat umat Islam bertanya tentang Al-Qur’an sesudah Rasulullah wafat. Dia menjadi ketua tim yang ditugaskan menghimpun Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq. Kemudian dia pula yang menjadi ketua tim penyusun mushaf di zaman pemerintahan Utsman bin Affan.

Kedudukan apakah lagi yang lebih tinggi dari itu? Masih adakah kemuliaan yang lebih tinggi dari kemuliaan seperti itu yang hendak dicapai seseorang?

Diantara keutamaan yang dilimpahkan Al-Qur’an terhadap Zaid bin Tsabit, dia pernah memberikan jalan keluar dari jalan buntu yang membingungkan orang-orang pandai pada hari Saqifah. Kaum muslimin berbeda pendapat tentang pengganti (khalifah) Rasulullah sesudah beliau wafat. Kaum muhajirin berkata, “Pihak kamilah yang lebih pantas.” Kata sebagian yang lain “Pihak kami dan kalian sama-sama berhak. Kalau Rasulullah mengangkat seseorang dari kalian untuk suatu urusan, maka beliau mengangkat pula seorang dari pihak kami untuk menyertainya.” Karena perbedaan pendapat, hampir saja terjadi bencana di kalangan kaum muslimin ketika itu. Padahal jenazah Rasulullah masih terbaring, belum dimakamkan.

Hanya kalimat-kalimat mutiara yang gemerlapan dengan sinar Al-Qur’an yang sanggup mengubur bencana itu, dan menyinari jalan keluar dari jalan buntu. Kalimat-kalimat tersebut keluar dari mulut Zaid bin Tsabit Al-Anshari. Dia berucap di hadapan kaumnya orang-orang Anshar.

Katanya, “Wahai kaum Anshar! Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah orang Muhajirin. Karena itu sepantasnyalah penggantinya or Muhajirin pula. Kita adalah pembantu-pembantu (Anshar) Rasulullah. Maka sepantasnya pulalah kita menjadi pembantu bagi pengganti (khalifah)nya, sesudah beliau wafat dan memperkuat kedudukan khalifah dalam menegakkan agama.”

Sesudah berucap begitu, Zaid bin Tsabit mengulurkan tangannya kepada Abu Bakar Ash-Shidiq seraya berkata, “Inilah Khalifah kalian! Baiatlah kalian kepadanya!”

Keunggulan dan kedalaman pengertian Zaid bin Tsabit mengenai Al-Qur’an telah mengangkatnya menjadi penasihat kaum muslimin. Para Khalifah senantiasa bermusyawarah dengan Zaid dalam perkara-perkara sulit, dan masyarakat umum selalu minta fatwa beliau tentang hal-hal yang musykil. Terutama tentang hukum warisan; karena belum ada diantara kaum muslimin ketika itu yang lebih mahir membagi warisan selain dari pada Zaid.

Umar bin Khatab pernah berpidato pada hari Jabriyah, katanya: “Hai, manusia! Siapa yang ingin bertanya tentang Al-Qur’an, datanglah kepada Zaid bin Tsabit. Siapa yang hendak bertanya tentang fiqih tanyalah kepada Muadz bin Jabal. Dan siapa yang hendak bertanya tentang harta kekayaan, datanglah kepada saya. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan saya penguasa, Allah jualah yang memberinya.”

Para pencari ilmu (mahasiswa) yang terdiri dari para sahabat dan tabiin, mengerti benar ketinggian ilmu Zaid bin Tsabit. Karena itu mereka sangat hormat dan memuliakannya, mengingat ilmu yang bersarang di dadanya ialah ilmu Al-Qur’an.

Seorang sahabat lautan ilmu pula, yaitu Abdullah bin Abbas, pernah melihat Zaid bin Tsabit direpotkan hewan yang sedang dekendarainya. Lalu Abdullah berdiri di hadapan kendaraan itu dan memegang talinya supaya tenang. Kata Zaid bin Tsabit kepada Abdullah bin Abbas, “Biarkan saja hewan itu, wahai anak paman Rasulullah!”

Jawab Ibnu Abbas, “Beginilah kami diperintahkan Rasulullah menghormati ulama kami.”

Kata Zaid, “Coba perlihatkan tangan Anda kepada saya!”

Ibnu Abbas mengulurkan tangannya kepada Zaid. Zaid bin Tsabit memegang tangan Ibnu Abbas lalu menciumnya. Kata Zaid, “Begitulah caranya kami diperintahkan Rasulullah SAW menghormati keluarga Nabi kami.”

Tatkala Zaid bin Tsabit berpulang ke rahmatullah, kaum muslimin menangis karena pelita ilmu yang menyala telah padam.

Berkata Abu Hurairah, “Telah meninggal samudra ilmu umat ini. Semoga Allah menggantinya dengan Ibnu Abbas.”

Penyair Rasulullah, Hasan bin Tsabit, menangisi Zaid bin Tsabit dan dirinya sendiri dengan seuntai sajak yang indah:
Siapakah lagi merangkai sajak sesudah Hasan dan anaknya
Manakah lagi menara ilmu sesudah Zaid bin Tsabit?

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada almarhum. Amin!
[sumber: Kepahlawanan Generasi Shahabat Rasulullah SAW]